Ikhlasnya Manusia

Dinda Asy Syifa A

Universitas Merdeka Malang

Dia yang sedang  berjalan menyusuri setiap sudut kota, dengan gerobak dan sebongkah kardus yang  bertumpuk. Nasib yang berubah, atas keadaan yang tak pernah diduga. Dengan kesedihan yang dia rasakan , di setiap sudut kota. Nasib yang sedang tak berpihak dengan cobaan yang datang  secara bertubi-tubi. Ditambah kemunculan  lockdown di berbagai tempat, yang membuat dia harus banting setir. Demi sesuap nasi untuk keluarganya, dia terus mendorong gerobak. Menyusuri setiap bak-bak sampah , demi mencari apa yang bisa dijual kembali. Terik panas siang hari yang tak bersahabat, dan hanya sebotol air mineral yang membasahi keringnya tenggorokan. Sampai kapan ini berakhir?

Waktu yang terus berjalan sesuai dengan jalanya kehidupan yang terus berlangsung. Waktu demi waktu yang masih tak menentu. Nasib yang masih begitu-begitu saja, hanya usaha dan doa yang terus terpanjatkan. Dia, kepala keluarga yang menjadi salah satu korban phk. Yang harus menafkahi istri dan juga anak-anaknya. Merubah nasib, dengan jalannya keadaan yang siapapun tak akan mau dengan kehadirannya. Bisa apa? , semua sudah di gariskan oleh sang kuasa.

Terik pagi ini, tak terasa seperti pagi sebelum-sebelumnya. Perasaan yang tak tenang sejak pagi, kegelisahan yang tak tau kapan munculnya. Membuat tanda tanya dalam pikirannya, yang memancing keresahan dalam benak pikiran sang istri.

‘’ Ayah, apa ada yang terjadi?’’ Tanya sang istri dengan perasaan cemas.

‘’ Tidak bund, hanya saja rasanya seperti akan terjadi sesuatu?’’ jawabnya dengan kebinggungan.

‘’ ya sudahlah bund, mungkin hanya ayah kecapekan saja. Semalam ayah lembur soalnya, ayah berangkat dulu ya bund’’ ucapnya sebelum sang istri bertanya balik.

‘’ ayah hati-hati jaga kondisi, keadaan pandemi seperti ini rawan banget kena sakit’’ jawab sang istri.

‘’ iya bunda’’ ucap suami sambil mengecup kening sang istri .

Hati yang masih saja tak tenang, tak kunjung menemukan jawaban. Sembari menyusuri jalanan kota yang tak lagi padat, membuat pikirannya yang terus  bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Apakah akan ada phk juga di kantorku?, jika benar apakah aku termasuk pegawai yang di phk?, lantas jika benar aku akan bekerja apa?

Aaaaaaaaa…… Brakkk!!!!!!

‘’ Aduh sakit sekali’’ ucap seorang perempuan paruh baya yang di tabraknya.

‘’ Maa… Maaf bu, salah saya ini. Sungguh saya ceroboh melamun di jalanan’’ ucapnya dengan ketakutan.

‘’ Gapapa mas, tapi dagangan saya jadi hancur. Lagian mas kalau di jalan jangan melamun, itu ngak baik!’’ ucap tegas ibu paruh baya.

‘’ Saya minta maaf bu, saya akan ganti kerugiannya. Saya tadi hanya berfikir jika perusahaan tempat saya bekerja melakukan phk. Saya mau kerja apa untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga?’’ ucapnya .

‘’ Semua sudah takdir tuhan mas, tinggal kitanya saja mau tetap berusaha apa tidak? Jangan jadikan alasan pandemi terus menggangur mas’’ jawab ibu paruh baya.

‘’ Ya benar juga sih bu, yaudah bu ini dagangan yang masih bisa diselamatkan dan ini uang kerugian buat dagangan ibu yang hancur’’ ucapnya sembari memberikan beberapa lembar uang sebagai ganti rugi.

‘’ Terima kasih mas’’ jawab ibu paruh baya dan meninggalkan dia.

Kebinggungan yang masih terus berlanjut, hingga sampainya dia di kantor. Dengan sambutan raut muka beberapa karyawan yang sedih. Membuatnya semakin ketakutan, dengan pikiran yang terus dipikirkan sejak tadi pagi.

‘’ Bro.. bro, ada apa ini?’’ Tanya nya kesalah satu rekan kerja.

‘’ Phk bro, tadi kamu dicariin HRD juga. Kayaknya nasib kita sama bro, aku duluan ya’’ jawab rekan kerjanya.

Apa aku juga iya? Bagaimana ini? Apa yang harus ku katakana kepada istriku dan juga anak-anakku? . Pikiran yang semakin tak menentu, langkah kaki yang terasa semakin berat menyusuri koridor menuju ruang HRD.

‘’ Permisi pak’’ ucapku sembari membuka pintu ruangan.

‘’ Iya masuk silahkan duduk. Sebelumnya mohon maaf yang sebesar- besarnya, ini pesangon buat kamu dan maaf kamu juga di phk’’ ucap kepala hrd.

‘’ Baik pak terima kasih banyak’’jawabnya dan langsung meninggalkan ruangan.

Kebinggungan yang dirasakan telah mendapatkan jawaban yang menjadi tanda tanya. Akan tetapi, berganti dengan kehancuran hati yang berkeping-keping. Apa yang akan dikatakan kepada sang istri, dan apa yang harus dilakukannya sekarang. Serasa berat, menuju pulang kerumah. Ketakutan rasa kecewa yang dirasakan istri dan juga anak-anaknya. Menghantui pikiran sepanjang kepulangannya. Ya Allah apa yang harus kulakukan sekarang (gunamnya dalam hati).

‘’ Loh ayah, kok sudah pulang?’’ Tanya istrinya.

‘’ Bun, sebelumnya ayah minta maaf kalau ngecewain bunda?’’ jawabnya dengan penuh kehati-hatian.

‘’ Ada apa yah? Ngomong!’’ jawab sang istri.

‘’ Ayah di phk bund, hampir setengah karyawan di phk’’ jawabnya dengan lemas.

‘’ Ya Allah, ayah juga di phk? Terus sekarang ayah mau kerja apa?’’ Tanya sang istri.

‘’ Ayah juga gatau bund, ayah juga mikir mau kerja apa. Melihat keadaan sekarang, pasti peluang kerja juga kecil’’ jawabnya dengan binggung.

‘’ Bunda gatau yah, harus bayar sekolah anak juga belum juga bayar cicilan rumah’’ ucap istri dengan perasaan sedih dan binggung.

Ya Allah berikan akau kesabaran dan ke ikhlasan. Berikan aku kemudahan untuk mencari solusi (gunamnya dalam hati).

Hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan. Terlewatkan dengan berat, uang pesangon yang mulai menipis dan kebutuhan yang semakin banyak. Keadaan penggangguran, tidak adanya pemasukan. Membuatnya semakin dibuat binggung, apa yang akan dilakukannya. Sedangkan lowongan pekerjaan masih belum ada. Sungguh keadaan ini membuatnya sengsara, ingin rasanya pasrah dan menerima nasib begitu saja.

Berjalannya waktu, membuatnya sadar bahwa ini hidup yang masih terus berjalan. Hidup yang harus tetap diperjuangkan. Ini cobaan yang harus di atasi, bukan di pasrahkan dan di tinggalkan. Apa yang harus ku lakukan? , tak akan ada habisnya dengan kata itu tanpa adanya sebuah gerakan untuk berubah.

‘’ Ayah, sudah 3 bulan ayah menggangur. Apa ayah tak mau mencoba bekerja di profesi lain?  tanya sang istri.

‘’ Masih gatau bund, ayah masih binggung’’ jawabnya dengan lemas.

‘’ Yah, apapun pekerjaan ayah. Berapapun hasilnya, bunda terima yah, yang penting cukup untuk kita makan’’ jawab sang istri dengan penuh kesabaran.

‘’ Kalau ayah ambilin rongsokan gimana bund?’’ tanyanya dengan hati-hati.

‘’ Gapapa yah, yang penting halalkan’’ jawab sang istri dengan tersenyum.

‘’ kalau begitu besok ayah akan mualai bekerja bund’’ jawabnya dengan semangat.

‘’ iya yah, bunda akan semangati ayah terus pokoknya’’ ucap sang istri penuh kebahagiaan.

Sejak pagi hingga sore, dia menyusuri setiap jalanan kota. Dari terik  panas hingga  kehujanan, dia terus mendorong gerobaknya. Mencari barang-barang rongsokan , demi keluarga yang harus di beri nafkah. Ini sungguh nasib yang berubah, tapi kehidupan harus tetap dijalankan. Dia terus bekerja dari pagi ke sore, dengan semangat dan ketekunannya. Dia dapat menghidupi keluarganya.

 Dia yang mau berusaha, dia yang tidak mengeluh, dan juga dia yang ikhlas menjalankannya. Akan memperoleh hasil dari jerih payah dan usaha yang dilakukanya. Kehidupan tidak akan ada yang pernah tau , nasib setiap manusia tidak akan menentu. Hanya saja apa yang sudah di persiapkan, untuk hal-hal yang tidak akan pernah terduga